Sinkronisasi Estrus pada Sapi

Diterbitkan pada

Herd calves summer green field 137096 9
Sumber gambar: freepik.com

    Sinkronisasi estrus adalah sebuah metode teknis yang dilakukan untuk mengendalikan siklus estrus/birahi, sehingga periode birahi sapi pada kelompok ternak menjadi serentak yang bertujuan untuk meningkatkan angka kebuntingan. Sinkronisasi estrus mampu mengotimalkan produksi dan reproduksi pada sebuah kawasan peternakan, mengoptimalkan pelaksanaan program inseminasi buatan, mempermudah pengamatan birahi dan dapat menentukan jadwal kelahiran yang diinginkan. Dalam pelaksanaanya dibutuhkan pengetahuan mengenai dasar-dasar siklus birahi sapi. 

Sumber: Reproduction Biotechnology in Farm Animals (www.avidscience.com)

    Secara normal, sapi betina indukan dapat melahirkan satu ekor pedet setiap tahunnya. Panjang siklus birahi pada sapi adalah 20-21 hari. Lama birahi berkisar pada 18-19 jam. Dan ovulasi terjadi pada 10-11jam setelah birahi berakhir. Calving interval optimal berkisar selama 12-14 bulan untuk kondisi peternakan rakyat Indonesia. Sapi diharapkan kawin kembali pada 2-3 bulan setelah melahirkan. Sehingga 3-4 bulan setelah melahirkan sapi dapat bunting kembali. Untuk memenuhi target satu ekor pertahun perlu dilakukan kombinasi perlakuan sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan (IB).

    Sinkronisasi estrus dapat dilakukan dengan cara memperpendek kerja hormone progesteron atau melisiskan corpus luteum dengan menggunakan tambahan hormon prostaglandin (PGF2α). CLOPROCHEM memiliki kandungan cloprostenol, yaitu analog sintesis prostaglandin. Cloprostenol memiliki struktur yang sama persis dengan prostaglandin (PGF2α). CLOPROCHEM menyebabkan regresi morfologi dan fungsional dari corpus luteum (luteolisis) sehingga ternak menjadi estrus. Selain itu, PGF2α juga bekerja membantu transport spermatozoa dengan cara merangsang kontraksi uterus. Penggunaan CLOPROCHEM sangat disarankan untuk sinkronisasi estrus atau induksi birahi. Setelah 3-4 hari pemberian CLOPROCHEM, sapi akan menunjukkan gejala birahi yang kemudian siap untuk dikawinkan atau IB.

    Pemberian PGF2α akan menyebabkan aliran darah menuju Corpus luteus menurun drastis, sehingga corpus luteum menjadi lisis akibat kerja vasokontriksi. Akibatnya terjadi penurunan kadar progesteron yang dihasilkan corpus luteum dalam darah. Penurunan progesterone akan merangsang hipofisa anterior untuk melepaskan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang berfungsi pada proses folikulogenesis (pertumbuhan folikel) dan ovulasi. Folikel yang tumbuh akan melepaskan hormon estrogen sehingga menghasilkan gejala birahi seperti vulva bengkak dan berwarna kemerahan, yang selanjutnya sapi siap untuk dikawinkan dengan teknik inseminasi buatan.

    Untuk mendapatkan hasil yang optimal saat pelaksanaan sinkronisasi estrus, perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain :

1. Organ reproduksi sapi betina dalam kondisi sehat/normal

Pemeriksaan organ reproduksi harus dilakukan untuk memastikan tidak adanya kelainan. Organ reproduksi harus dalam kondisi baik dan terbebas dari peradangan sepeti endometritis, metritis dan vaginitis.

2. Sapi betina tidak mengalami kebuntingan

Pemeriksaan kebuntingan sebelum perlakuan harus dilakukan dengan cermat untuk memastikan sapi tersebut dalam keadaan tidak bunting. Sapi dalam keadaan bunting tidak boleh diberi perlakuan sinkronisasi estrus karena akan menyebabkan terjadinya abortus.

3. Corpus luteum

Pemeriksaan corpus luteum dilakukan dengan teknik palpasi rektal. Ada atau tidaknya corpus luteum dapat menentukan keberhasilan program sinkronisasi estrus melalui pemberian preparat hormon pemacu birahi seperti CLOPROCHEM.

4. Body Condition Score

Kebutuhan nutrisi yang dipenuhi dengan baik dapat terlihat dari kondisi tubuh ternak. Kondisi tubuh yang baik dapat mendukung fungsi reproduksinya. BCS merupakan suatu parameter untuk mengidentifikasi kecukupan nutrisi yang dinyatakan dalam angka. BCS yang optimal berkisar pada 3-3,4. Sinkronisasi estrus pada sapi dengan BCS terlalu tinggi (>4) akan berpengaruh pada rendahnya angka konsepsi.

5. Kondisi sapi

Ternak harus dalam keadaan sehat, di beri pakan yang baik secara kualitas maupun kuantitas dan hindari stress karena akan mempengaruhi respon hormonal sapi tersebut.

Prosedur pelaksanaan sinkronisasi estrus dapat dilaksanakan dengan dua metode pemberian terapi prostaglandin (PGF2α), yaitu:

1. Metode Single injection

Pemberian dilakukan dengan sekali injeksi melalui intramukcular, kemudian 3-4 hari setelahnya sapi akan menujukkan gejala birahi. Metode satu kali injeksi ini dilakukan apabila bisa dipastikan pada salah satu ovarium ternak terdapat Corpus luteum matang. Keuntungan metode ini adalah efektif pada sapi dara dan indukan, Biaya lebih murah, dan lebih sedikit membutuhkan handling.

2. Metode Double injection

Pemberian dilakukan dengan dua kali injeksi, injeksi kedua dilakukan setelah 11 hari injeksi pertama. Tanda-tanda birahi akan muncul 3-4 hari pasca injeksi yang kedua. Metode dua kali injeksi dilakukan apabila keberadaan corpus luteum diragukan. Keuntungan dari metode ini adalah efektif pada sapi dara maupun indukan, efek sinkronisasi lebih baik dari pada metode sekali injeksi. Dapat dilakukan pada kelompok dengan populasi banyak dan IB dapat dilakukan setelah penyuntikan yang kedua.


    CLOPROCHEM diberikan dengan cara injeksi intramuskular sebanyak 2 ml, untuk penggunaan lebih optimal maka sebaiknya di kombinasikan dengan Vitol-140 yang diberikan secara injeksi intramukcular sebanyak 10 ml. Implementasi sinkronisasi estrus diharapkan dapat meningkatkan angka kebuntingan, meningkatkan produktivitas sapi dan membantu meningkatkan ketersediaan daging dan susu.