Kesiapan Peternak Lokal dalam Menghadapi MEA untuk Ketersediaan Daging Nasional

Diterbitkan pada

Sapi crop
sumber gambar : Google images

      Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak lepas dari ikatan peraturan baru dunia perdagangan yaitu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Setiap negara memiliki kebutuhan masing-masing untuk mencukupi segala kebutuhan masyarakatnya karena tidak semua negara memiliki sumber daya alam yang sama. Begitu halnya Indonesia yang terus berupaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan nasional berupa protein hewani, terutama daging sapi. Walaupun pemerintah Indonesia telah mencanangkan swasembada daging sebanyak empat kali, namun belum ada dampak yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat, terlebih lagi ketika kebutuhan meningkat menjelang hari raya Idul Adha, dimana seluruh umat islam melakukan penyembelihan sapi maupun kambing atau domba.
    Dari aspek kesehatan, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kemenko Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud menyebutkan bahwa sektor peternakan dan perikanan memiliki kontribusi penting dalam penyediaan protein hewani demi pemenuhan asupan gizi nasional. Gizi yang baik akan mendukung kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi MEA. Hal tersebut menjadi sorotan utama juga untuk para peternak sapi pedaging karena pemerintah juga memberikan program Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) dan Gangguan Reproduksi (Gangrep) pada tahun 2015 dengan harapan akan menghasilkan pedet serentak di tahun 2016 dan persediaan daging kedepannya dapat tercukupi.                 
    Terkait program GBIB dan Gangrep, tujuan program akan tercapai bila ditunjang dengan tata kelola pemeliharaan yang baik. Pembinaan oleh pemerintah dibutuhkan dalam penyuluhan terkait penyakit-penyakit yang berkaitan dengan ternak ruminansia. Ditunjang dengan adanya asosiasi dan kelompok ternak yang dibina oleh para akademisi dapat dimaksimalkan melalui konsultasi meliputi manajemen pakan, kesehatan dan kandang, sehingga pengelolaan ternak yang sudah dimiliki masyarakat dapat terintegrasi dengan baik untuk ketersediaan daging di pasaran.     
     Mengenai manajemen ternak sapi potong yang meliputi kesehatan, pakan dan kandang, pengelolaan ternak secara terintegrasi akan mampu menghasilkan output yang maksimal, dalam hal ini ialah berat badan yang maksimal untuk sapi potong serta jumlah pedet yang dihasilkan.
     Diawali dari manajemen pakan dan minum. Syarat pakan ternak hendaknya mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh, yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Pakan yang diberikan haruslah bersih, tidak tercemari kotoran atau bibit penyakit dan tidak boleh dalam keadaan rusak. Jumlah hijauan yang dibutuhkan oleh sapi per ekor per hari ialah sekitar 10% dari berat badannya. Untuk menunjang pertumbuhan dan pertambahan berat badan, pemberian konsentrat dan mineral block dapat dilakukan. Pakan konsentrat diberikan sebanyak 1-2% dari bobot badan ternak. Minum berupa air bersih harus selalu tersedia ad libitum (tanpa batasan) (Syafrial dkk., 2007).
      Manajemen kesehatan meliputi kesehatan umum dan kesehatan reproduksi. Pemberian obat cacing secara rutin setiap 3-4 bulan sekali dapat mencegah terjadinya cacingan pada sapi. Pemberian rutin dilakukan karena banyak faktor predisposisi terjadinya cacingan di lingkungan sekitar sapi, dimulai dari kandang yang kotor, infestasi cacing (metaserkaria) pada hijauan dan sanitasi yang kurang baik. Obat cacing yang dapat digunakan terdiri dari berbagai macam sediaan, seperti ALBENDAZOLE 16% dalam bentuk serbuk, ALBENDAZOLE 16% PASTA, ALBENDAZOLE 4% PASTA dalam bentuk pasta, Albenol-100 Oral maupun Leva-200 Oral berbentuk cairan oral, sedangkan untuk sediaan bolus terdapat Albenol-2500 Bolus dan Fluconix-340 yang berbentuk sediaan injeksi. Produk obat cacing dalam berbagai bentuk sediaan akan memberikan pilihan kemudahan bagi peternak dalam aplikasi pemberian, sehingga efektivitas obat diharapkan akan tercapai maksimal. Manajemen kesehatan reproduksi ternak dapat dilakukan dengan melakukan recording (pencatatan) yang teratur, pemeriksaan secara berkala dan penanganan gangguan reproduksi. Recording yang teratur dan rapi, akan menjadi sumber data utama dalam perencanaan, penanganan dan penentuan kebijakan usaha pengembangan ternak. Beberapa faktor lainnya yang perlu diperhatikan dalam manajemen reproduksi antara lain pakan, suplemen (pakan tambahan), kandang dan pelayanan kesehatan. Pakan merupakan faktor utama dalam pemenuhan gizi dan kesehatan ternak untuk bereproduksi dengan baik (Ulum dan Purwantara, 2015). Pemberian vitamin seperti Vitol-140 yang kaya akan vitamin A, D3 dan E untuk kesehatan reproduksi juga dapat menjadi pilihan dalam rangka proses pemeliharaan reproduksi yang baik.
       Kandang merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan manajemen. Kandang yang baik haruslah terpisah dari rumah dengan jarak lebih dari 10 meter (Syafrial dkk., 2007). Namun demikian, kenyamanan kandang sangatlah penting untuk diperhatikan, misalnya jika memilih kandang beralaskan tanah, perlu dipertimbangkan pada saat musim penghujan dimana kandang akan menjadi mudah becek dan sulit untuk dibersihkan. Jika hal itu dibiarkan, tentu akan membuat tidak nyaman ternak dan mengundang penyakit, begitu pula bagi peternak akan terganggu karena letak kandang sapi yang berhimpitan dengan rumah.
       Program manajemen kesehatan sapi dapat dibuat sesuai kebutuhan peternak dan recording kesehatan secara rutin, sehingga jika ada permasalahan pada kondisi ternak, dapat terlacak penyebabnya dan memudahkan penetapan diagnosa. Segala faktor yang mempengaruhi kesehatan ternak haruslah diperhatikan dan sebaiknya diminimalisir setiap faktor yang merugikan dalam proses pemeliharaan. Pengelolaan yang baik diharapkan dapat dirasakan hasilnya kelak sehingga tujuan dari program Gangrep dan GBIB sebelumnya, yaitu menambah populasi dan produktivitas sapi di Indonesia guna memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dapat tercapai.


Sumber :
Syafrial., Susilawati, E., dan Bustami. 2007. Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Ulum, M.F. dan Purwantara, B. 2015. Manual Manajemen Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Insititut Pertanian Bogor.